Minggu, 03 April 2016

12


Wajahnya familiar, senyumannya kuingat kembali. Aku pernah melihatnya entah dimana, wajahnya sama sekali tak asing, aku terus melihatnya, terus kupandangi dari atas tribun. Ia duduk-duduk dibawah dengan tawa bersama teman-temannya yang masih menggunakan baju bebas sembari menunggu pertandingan pertama selesai.

Dengan tatapanmu yang terlihat, matamu sungguh elok tuk dipandang. Sendau-gurau dengan teman-temanmu menyatakan bahwa kau sudah menunggu giliran untuk bermain. Kaos yang semula biru dongker berganti jersey biru muda dengan celana putih, ditambahi tanda sebagai kapten melingkar pada lengan kananmu.

Aku tak mengenalmu, sama sekali tak mengerti siapa dirimu sebenarnya. Memandangimu dari jauh, tribun, sudah cukup rasanya. Model rambut bergaya klimis dengan postur yang sangat tinggi, engkau melatih tubuhmu untuk melakukan pemanasan ditepi lapangan.

Sudah kusimpan baik-baik video tertawamu didalam otakku dengan kapasitas megabytes yang besar. Langkah kakimu dengan pasti memasuki stadion untuk mengawali pertandingan dengan musuhmu.

Kulihat dari kejauhan, kau sangat mahir memainkan si kulit bundar tersebut. Dengan konsentrasi penuh, tribun yang dipenuhi oleh kalangan semua umur, mulai dari anak kecil, mbak-mas, bapak-ibu, semuanya kumpul jadi satu.

Kapten, iya, engkau kapten berjersey biru muda dengan celana putih bernomor punggung 12. Seseorang yang tak sama sekali aku kenali, tak aku mengerti namanya, mampu membuatkanku inspirasi untuk menulis lagi.

Inspirasiku kali ini engkau pak, tatapan indah yang memberi banyak makna.

“aku sebenarnya tak mau melihatnya lagi, aku tak mau lebih menghargai ciptaan Tuhan yang diberikan secara cuma-cuma kali ini, untukku.”
Batinku, seraya memandanginya dengan senyum terukir diwajahku tanpa beristirahat sejenak.

Larian kakinya yang bertumpu pada rumput di stadion tadi sore merupakan larian semangatku untuk menulis kembali seperti ini. Ketikan jariku bertumpu pada keyboard yang sudah lama menunggu untuk dikelola kembali dengan pemiliknya.

Matamu mencerminkan kebahagian yang muncul pada dirimu. Dua peluit panjang menyudahi pertandingan sore ini. kebahagiaan yang terkuak pada wajah tampanmu tak terelakkan. Dengan skor telak, sekolahmu memenangkan pertandingan ini.

Dirimu juga begitu, telah memenangkan hati dan pikiran ini, me-refresh kembali semua sakit yang pernah aku alami. Membuang semua luka yang sempat menempel dan tak kan pernah ku ikhlaskan keberadaannya. Susah memang mengikhlaskan yang hampir tergenggam.

 Tuhan, jika engkau ciptakan ia hanya untuk kukagumi. Kenapa dengan gampangnya Kau membuat mataku dan pikiranku, serta hatiku terlalu luluh untuk seseorang yang belum sempat kukenal, berbicara pun tak pernah. Yang aku tau, dia berpostur tinggi, kulit sawo matang, dan satu tendangan dari kakinya yang mendarat di gawang lawan.

Serasa dia inspirasi dalam hari-hariku, menulis ialah pilihan. namun, jika pilihanku menulis namun tak mengerti apa yang harus ditulis juga hal bodoh. Terima kasih sudah mampir untuk menjadi inspirasiku kali ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar