Jumat, 27 Mei 2016

Dibalik Berangan Menggapai Angan


Anganku itu kamu, angan-anganku itu menggapaimu kembali seutuhnya seperti dulu, tanpa ada yang hilang sedikitpun.

Ini tempat ku menaruh semua luka dan bahagia, jadi ya terserah saya ingin menulis apa saja. bukan urusanmu.

Pahami apa yang terjadi olehku, pahami apa yang sudah kau perbuat. Bukan maksudku ingin menunjukkan seberapa buruk dirimu pada oranglain. Sadarlah wahai ciptaanNya, kau bukan makhluk sempurna, kau makhluk kecil Sang Pencipta, sadarlah kau bukan apa-apa jika dibandingkan dengan KekuasaanNya.

Tak pernah terbelesit sedikitpun rasaku ingin balas dendam, aku bukan seorang pendendam, tapi aku seorang pengingat. Mengingat semua yang pernah engkau perbuat untukku.


 Masa iya semua hidupku harus tentangmu ? 

Kalau memang iya, akan kusudahi dari dulu hidupku jika tanpamu.

Namun, buktinya, sampai sekarang aku masih mampu menghidup udara bercampur nafas kemunafikan orang-orang yang ada didunia ini.

Aku masih punya segalanya, aku masih mempunyai teman-teman tak jauh lebih baik darimu yang mampu merubah hidupku kembali lebih berwarna seperti rainbowcake.

Tawaku, tak berarti menunjukkanku bahagia. Bahkan ada pula manusia yang gelak tawa paling keras justru seorang manusia yang membutuhkan perhatian dan ingin menghilangkan kata kesepian dari dirinya.

Menurut kalimat yang ada dalam novel BMA, 

Seutuhnya semua hanya anugerah dari Tuhan, Jika memang iya mencintaimu termasuk anugerah dari Tuhan, aku berjanji tak akan ku sia-siakan nikmat Tuhan yang diberikan secara cuma-cuma ini untukku.

Beberapa kisah yang aku alami dalam novel BMA sendiri akhirnya bisapula aku menyimpulkan sesuatu dari semua itu. 

Berharap kepada manusia itu menyakitkan, sebelum mencintai ciptaanNya, cintai dulu Penciptanya. BERHARAP ? ya sama Penciptanya, toh yang bolak-balikin hatinya kan ALLAH SWT.

Kalo memang kamu jodohnya, dia pacarnya, BISA APA ?

Aku menyimpulkan bahwa tak usah terlalu berharap pada apapun yang tak pantas untuk dibuat sebagai pengharapan. Lelaki yang baik tak akan membuatmu terlalu lama berharap pada semua yang tak pasti. Terlebih terlalu membuatmu terlalu lama menunggu, masa iya wanita secantik kalian menunggu sesuatu dengan segala pengharapan yang berhembus ria dengan angin dan daun berterbangan dalam pikiran. Sudah jangan menunduk, bangkitlah cari kebahagiaanmu. Tak ada kebahagiaan yang datang dengan sendirinya, segala hal pasti memerlukan usaha dan bantingan keras untuk menjadi tinggi dihadapan makhluk Tuhan lainnya namun tetaplah bersifat rendah.

 Untukmu seseorang yang di masalalu dan akan selamanya menjadi masalalu, seseorang yang tidak pernah tau dan tidak akan pernah mau tau, siapa yang paling tersiksan dalam sebuah ketidakjelasa dulu.

Kamis, 19 Mei 2016

Terkadang, Mengikhlaskan itu Lebih Baik


Seperti yang dikatakan Sapardi Djoko Damono pada bait pertama dalam puisinya,

"Yang fana adalah waktu."

Waktu tak akan pernah mampu mengembalikannya pada masalalu, yang disesali akan tetap menjadi penyesalan. Yang di sia-siakan akan disia-siakan pada waktunya.

Waktu akan menjawab semuanya, semua soal waktu. Semua soal masa lalu, bagaimana bisa engkau berdamai dengan masa lalu sementara masalalumu memaksa untuk terus dikenang dan terus diberi airmata.
Bagaimana pun itu masalalu, hal yang harus benar-benar bisa dilupakan, sesuatu yang wajib akan hal baik atau buruk.

Menjadi hal yang tidak dicintai merupakan hal yang paling dibenci. Sulitnya melupakan juga merupakan hal yang paling tidak mengenakkan. Tapi ya itulah cinta.

Nikmati saja permainan jatuh-bangunnya, bukan apa-apa, kalau tidak begitu rasanya belum ‘hidup’. Kalau tidak begitu tidak akan belajar apa-apa.

Iya kan saja rencana Tuhan mendatangkan perpisahan, semua ada maksud baiknya. Tuhan tidak jahat. Perpisahan itu mendatangkan hati yang lebih peka oleh tumpahan airmata. Kemudian menyatakan bahwasannya hidup itu luas.

Terkadang memang menerima kenyataan bahwa bukan kita yang ditulis dalam skenario Tuhan untuk bersamanya sangat sulit, apalagi untuk mengikhlaskannya, merelakannya, benar-benar ingin kuakhiri hidup ini rasanya.

Sesuatu yang kurasa terbaik, yang kurasa memang takdirku yang membuatku berhenti mencari, ternyata bukan. Dia hanya makhluk yang dipertemukan denganku oleh Tuhan, hanya dipertemukan untuk membuatku belajar, belajar mengikhlaskan.

Mengikhlaskan memang sulit, melihatnya saja tak sanggup. Mengikhlaskan bahwa ia bukan benar-benar milik kita tak semudah bahwa itu bukan milik kita.

Senyumku, tawa lepasku, kebahagiaanku tak lepas dri kenangannya, tak lepas dengan masalalu yang pernah ia beri untukku. Melupakannya. Mengganggapnya tak ada ialah pilihanku. Diamku membuat jarak. Tak menatapnnya, mengacuhkannya, benar-benar mengganggapnya tak ada.

Rasakan saja bahwa kau tak pernah mengenalnya, bergerak menjauh dan menjauh. Pikirkan hal yang buruk tentangnya, pikirkan hal yang semestinya tak pernah kau pikir saat kau masih sangat mencintai dirinya.