Sabtu, 13 Agustus 2016

Menulis Cerita


Pada akhirnya semua akan sama saja rasanya. Berkali-kali aku mencoba membantah
akan hadirmu namun hasilnya nihil. Mencoba  menyakinkan bahwa engkau memang sudah ditakdirkan menjadi masalaluku tetap saja otakku memaksamu tinggal bersama pikiranku. Sudah berapa banyak waktu yang aku habiskan untuk berdiam diri, mengunci rapat-rapat relung hati, dan menghukum diri atas semua masalalu yang pernah menimpaku.

“Mau selamanya menetap menjadi orang gila seperti ini, Rin ?” tanya Acha dengan polosnya.
“Menurutmu ?” jawabku tak terlalu berpikir macam-macam.

Dibawah sinar matahari yang menyeruak dari ufuk timur, aku menjelma sebagai pelajar
yang bisa dibilang kurang beruntung. Baru kali ini aku telat disemerter awalku yang sial. Aku berdiri disamping lapangan, mendengarkan nasehat para guru karna jam karetku datang kesekolah hari itu. Kunikmati ocehan demi ocehan yang keluar dari mulut para pengajarku, pantas saja karna masuk telinga kanan dan keluar dengan cepat melalui telinga kiri.

40 menit berlalu, semua kulewati dengan ikhlas tanpa membatin sedikitpun atas kejadian tadi.
Tak lama kemudian, saat seharusnya matahari berada tepat diatas kita, gumpalan kabut
putihpun berubah warna menjadi kehitaman, tanda airmata langitpun akan pecah. Benar memang, selang beberapa menit langit menumpahkan semua emosinya disertai beberapa kali kudengar gemuruh kilat yang menyambar kesana-kemari.

“Langitnya habis diputusin kali ya, kok bisa sampai nangis meluap-luap, hehe” godaku kepada Ira.
“Dasar gak jelas.” Timpal Ira yang nampaknya sedikit kesal karna candaanku yang garing.
Seringkali saat hujan menemaniku dalam kegelisahan hati yang teramat dalam seperti saat ini.
Namun terkadang saat-saat seperti inilah pantas-pantasnya diriku untuk memikirkan kejadian masa lalu, entah kenapa memang aura-aura saat hujan melanda daerah sekitar hasrat untuk flashback semakin kuat.

Aku masih yakin jika aku masih bisa hidup tanpa kamu. Sebenarnya pun bukan aku tak
bisa hidup tanpa kamu, seandainya pun kamu memilih tidak ada, mau tidak mau hidupku akan tetap berjalan juga. Akan tetap melakukan ha-hal yang sama seperti dihari-hari sebelumnya, melakukan aktivitas seperti biasanya. Akan tetap menulis draf-draf yang belum sepenuhnya rampung. Akan tetap mendatangi tempat-tempat yang aku sukai.

Meski pada dasarnya hatiku kosong melompong tak berupa. Dan mungkin saja pada
bagian ini aku pun lebih mengingat perihal kamu. menyia-nyiakan apa yang terjadi sebelumnya, tanpa aku tau bagaimana efeknya yang menimpaku sekarang atau mungkin bisa selamanya membuat trauma kecil dalam otakku.

Namun aku pun juga mampu menyadari sekarang, kau memilih jalan hidupmu sendiri.
meninggalkan apa yang sudah menyala jelas didepan matamu.  Aku tak keberatan atas keputusanmu. Kitapun belum sempat menjalin sebuah ikatan asmara, hanya saja kita pernah dekat dan menjauh sepeti tak pernah ada apa-apa diantara kita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar